Selamat datang, Tutorialpintar! Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas salah satu bencana alam yang paling berpotensi merusak, yaitu gempa bumi. Gempa bumi merupakan fenomena geologis yang terjadi akibat pergeseran tectonic plate di bawah permukaan bumi. Untuk memahami lebih lanjut tentang gempa bumi, mari kita simak pembahasan berikut ini.
1. Gempa Bumi Tektonik
Gempa bumi tektonik adalah jenis gempa bumi yang paling umum terjadi di permukaan Bumi. Gempa tektonik disebabkan oleh adanya pergerakan lempeng di dalam kerak bumi yang akhirnya mengakibatkan pelepasan energi dalam bentuk getaran yang kita sebut gempa. Biasanya, gempa jenis ini disebabkan oleh tekanan yang besar antara lempeng-lempeng tersebut.
Pergerakan lempeng ini bisa berlangsung secara horizontal, vertikal, atau kombinasi dari keduanya. Gempa bumi tektonik juga dapat terjadi di zona subduksi, yaitu ketika lempeng samudera tenggelam di bawah lempeng benua. Contoh gempa bumi tektonik yang terkenal adalah gempa bumi di pesisir Sunda yang terjadi pada tahun 2004 dan mengakibatkan terjadinya tsunami di beberapa negara.
Dalam gempa bumi tektonik, pusat gempa biasanya berada di kedalaman beberapa kilometer di bawah permukaan tanah. Skala gempa tektonik diukur dengan menggunakan skala Richter atau Moment Magnitude Scale (Mw) untuk menentukan besarnya energi yang dilepaskan oleh gempa bumi tersebut.
Terkadang, gempa bumi tektonik ini juga bisa menyebabkan terjadinya gempa susulan atau aftershock yang merupakan gempa yang terjadi setelah gempa utama. Aftershock ini berhubungan langsung dengan gempa utama dan bisa terjadi beberapa jam, hari, bahkan dalam beberapa bulan setelah gempa utama terjadi.
Sebagai contoh, setelah terjadinya gempa bumi di Lombok pada tahun 2018, terjadi banyak gempa susulan yang mengguncang daerah tersebut. Gempa susulan ini bisa menjadi ancaman serius karena bisa merusak bangunan yang sudah terdampak oleh gempa utama.
2. Gempa Bumi Vulkanik
Gempa bumi vulkanik terjadi di sekitar zona vulkanik atau gunung berapi yang aktif. Gunung berapi adalah saluran bagi material panas dari dalam bumi menuju permukaan. Di beberapa wilayah, lempeng tektonik bertabrakan dengan lempeng lainnya dan mengakibatkan proses vulkanik yang melibatkan gempa dan letusan gunung berapi.
Berbicara tentang gempa bumi vulkanik, gunung berapi Bali adalah salah satu contoh terkenal. Meskipun Gunung Agung telah meletus beberapa kali, letusan tersebut diiringi dengan gempa bumi vulkanik yang tercatat sebagai tanda-tanda vulkanik.
Gempa bumi vulkanik biasanya memiliki skala yang lebih kecil dibandingkan dengan gempa bumi tektonik. Namun, gempa vulkanik juga bisa menjadi ancaman bagi aliran lava gunung berapi, karena gempa bisa mengganggu tanggul melintasinya dan memicu letusan lebih besar.
Pusat gempa vulkanik berada di bawah kawah gunung berapi, yang terbentuk oleh pergerakan magma di kerak bumi. Gempa ini bisa memiliki durasi yang lama, karena magma yang terus bergerak dan menimbulkan pergeseran di bawah permukaan gunung berapi.
Di beberapa kasus, gempa vulkanik juga bisa menjadi sinyal adanya letusan gunung berapi. Beberapa detik atau menit sebelum letusan terjadi, serangkaian gempa kecil dapat terjadi di sekitar gunung berapi tersebut. Oleh karena itu, pemantauan aktifitas vulkanik menjadi sangat penting untuk mengantisipasi potensi bencana yang bisa diakibatkan oleh kombinasi gempa vulkanik dan letusan gunung berapi.
3. Gempa Bumi Tektonik Dalam
Gempa bumi tektonik dalam adalah jenis gempa bumi yang terjadi di dalam kerak bumi pada kedalaman yang jauh, antara 300 hingga 700 kilometer di bawah permukaan bumi. Jenis gempa ini disebut juga dengan istilah “gempa bumi tipe D” atau gempa bumi subduksi dangkal.
Gempa tektonik dalam terjadi ketika dua lempeng tektonik bertemu dan salah satu dari lempeng tersebut menyusup di bawah lempeng yang lain. Pada kedalaman sedalam ini, suhu dan tekanan di dalam bumi sangat tinggi, sehingga gempa ini juga sering disebut gempa “ultra-deep”.
Meskipun gempa tektonik dalam memiliki magnitudo yang tinggi, dampaknya di permukaan relatif kecil karena jaraknya yang jauh dari permukaan. Namun, gempa ini bisa dirasakan hingga ribuan kilometer dari pusat gempa dan juga bisa berpotensi menimbulkan tsunami jika terjadi di bawah laut.
Gempa bumi tektonik dalam juga masih menjadi misteri bagi para ilmuwan, karena keterbatasan dalam mempelajari kondisi di kedalaman ini. Namun, penelitian yang terus dilakukan diharapkan dapat memberikan wawasan lebih lanjut tentang fenomena ini dan mengurangi risiko yang ditimbulkan akibat dari gempa bumi tektonik dalam.
Kesimpulan
Memahami jenis-jenis gempa bumi sangat penting untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam menghadapinya. Gempa bumi tektonik, vulkanik, dan tektonik dalam masing-masing memiliki karakteristik dan dampak yang berbeda. Oleh karena itu, pengetahuan tentang gempa-gempa ini dapat membantu kita dalam menyusun strategi penanggulangan serta mengurangi risiko yang mungkin timbul.
Saat mengalami gempa atau mendengar peringatan gempa, selalu ingat untuk menjauh dari jendela, bangunan dengan struktur yang rapuh, serta segera mencari tempat yang aman dan terlindung, seperti di luar bangunan atau di bawah meja yang kokoh. Tetap selalu up-to-date dengan informasi terkini dari otoritas setempat dan jangan lupa untuk menjaga keamanan diri dan orang-orang di sekitar kita.
Terus tingkatkan pengetahuan dan kesadaran akan gempa bumi, serta berbagi dengan orang lain agar kita semua siap menghadapi bencana dan menjaga keselamatan. Semoga artikel ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan kita tentang gempa bumi.